Pada saat sebuah kecelakaan (accident) pesawat dinyatakan terjadi karena human error, pemikiran kita akan langsung tertuju pada awak pesawat tersebut: pilot atau awak pesawat yang lain saat itu. Sementara orang yang berpikir sedikit lebih luas akan memasukkan pula elemen-elemen seperti : pertugas meteorologi, pengatur lalu lintas udara (air traffic controller) dan lain-lain. Pada dasarnya, kedua pemikiran itu sama sempitnya, sama kontra-produktifnya dan sama salahnya dengan pelaku human error itu sendiri. Lantas, bagaimana?
Safety dalam Teknologi Penerbangan
Dalam teknologi modern, khususnya teknologi penerbangan, masalah safety menjadi sangat krusial dan vital. Setidaknya ada dua alasan untuk ini:
- penerbangan—“menaklukkan” udara dan beraktivitas di dalamnya—bukanlah kodrat alami manusia yang ditakdirkan untuk hidup dan berkembang di daratan.
- teknologi untuk terbang—seperti juga teknologi yang lain—adalah semata-mata buatan manusia, yang memiliki banyak kelemahan dan keterbatasan, seperti manusia itu sendiri.
Amat bijak bila kita tidak terlalu jauh dulu menyebut human error. Mungkin lebih tepat bila kita sebut human factor (faktor manusia) yang terlibat dalam hampir setiap kecelakaan penerbangan. Faktanya memang demikian. Barulah, 80% diantaranya adalah human error. Ada bedanya, kan? Faktor manusia ini memang tidak perlu diragukan karena bagaimanapun teknologi penerbangan dan perangkat pendukungnya (pesawat, ground power unit, radio, runway dan sebagainya) adalah ciptaan manusia. Seluruh manual dan petunjuk operasi pesawat dan perangkat pendukungnya juga buatan manusia. Kegiatan inspeksi, pemeliharaan dan penyiapan pesawat serta perangkat pendukung itu juga dilakukan manusia. Saat pesawat terbang, yang menerbangkannya juga manusia.
Elemen-elemen Dasar Human Factor
Faktor manusia tadi terbagi dalam dua kelompok besar yang selalu terlibat dalam setiap accident:
1. Unsafe Conditions. Kondisi-kondisi yang termasuk dalam kelompok unsafe conditions antara lain:
- Organizational failures. Kegagalan ini dihasilkan dari kebijakan-kebijakan (policy) dan tindakan yang diambil organisasi atau manajemen. Organisasi atau sebuah manajemen selalu memiliki pemimpin atau manajer. Kebijakan seorang manajer atau pemimpin selalu berpengaruh signifikan dalam pembinaan safety dalam sebuah organisasi.
- Local factor, yang meliputi kondisi lingkungan kerja, kekurangan perlengkapan kerja atau minimnya prosedur yang digunakan. Faktor lokal ini dapat berupa faktor yang dapat menyebabkan kesalahan (error-producing factors) seperti tools atau perlengkapan yang berkualitas rendah, mudah rusak dan sebagainya atau faktor yang dapat menyebabkan pelanggaran (violation-producing factors) seperti peraturan setempat yang mungkin dianggap terlalu hati-hati (over cautious).
- Inadequate defences, yang dapat mencegah terjadinya kesalahan manusia maupun kesalahan teknis. Defence ini dapat berupa publikasi (manual/petunjuk teknis maupun operasi), budaya disiplin, supervisi kerja dan profesionalisme.
- Memory lapse. Kealpaan mengingat sesuatu ini dapat terjadi bila seseorang insan penerbangan melakukan sesuatu yang tidak direncanakan sebelumnya, sehingga hal-hal yang sudah direncanakan justru terlewatkan.
- Action slips. Biasanya terjadi pada pekerjaan yang amat rutin dan terlalu familiar bagi seorang awak pesawat (prosedur start yang sudah “di luar kepala” atau melakukan hal-hal rutin lainnya). Yang juga masuk dalam kategori ini adalah rasa percaya diri yang berlebihan (over confident). Ingat kecelakaan jatuhnya pesawat pembom B-52 USAF pada bulan Juni 1994 akibat sang pilot yang terbiasa bermanuver “gila”.
- Expertise. Bila sebuah pekerjaan dilakukan oleh orang-orang yang tidak qualified, dengan pengetahuan dan keterampilan yang minim, akibatnya bisa fatal. Itulah pentingnya menempatkan “the right man on the right place” dalam dunia (bisnis) penerbangan.
Apa Yang Dapat Kita Lakukan?
Jalan keluar dari persoalan human factor ini adalah pembinaan sumber daya manusia yang baik. “Baik” berarti terarah dan berimbang. Dalam tataran yang lebih praktis, hal-hal ini wajib dilakukan oleh siapapun yang ingin terlibat dalam dunia penerbangan :
- Ciptakan manajemen yang baik. Mulai dari struktur terkecil (dalam sebuah pesawat yang sedang terbang), penerbangan selalu membentuk sebuah manajemen. Dalam sebuah pesawat angkut misalnya, ada Captain Pilot sebagai flight leader. Lalu ada Copilot sebagai pembantu utamanya. Ada flight engineer yang bertanggungjawab atas sistem teknis dalam pesawat. Bila tidak ada manajemen yang baik, misalnya seorang pilot yang tidak memberi kepercayaan pada engineer-nya sehingga mencampuri kewenangan si engineer, akibatnya bisa fatal. Begitu pula bila seorang engineer tidak memberi saran apapun pada pilot saat ada masalah teknis dalam penerbangan. Di darat, manajemen perusahaan (institusi) juga berpengaruh signifikan. Bila ada keterbukaan antara personel lapangan dengan para manajer, para awak pesawat dapat terbang dengan tenang dan penuh konsentrasi. Sebaliknya, bila bawahan mendapat terlalu banyak tekanan (menyelesaikan pekerjaan dengan dead time yang pendek), atau pembatasan-pembatasan yang berlebihan (tidak diijinkan cuti, dsb) maka dampaknya bisa terbawa saat bawahan tersebut harus terbang atau melakukan pekerjaan di pesawat. Ingat, tidak ada tempat sekecil apapun untuk sebuah kesalahan dalam dunia penerbangan! Manajemen yang baik harus menjalankan mekanisme persuasif dan perintah secara seimbang.
- Peka terhadap lingkungan anda. Sudah berlaku umum bahwa lingkungan kerja yang baik, rapi dan nyaman akan membuat siapapun di dalamnya bekerja dengan tenang. Prestasi kerjapun bisa dijamin akan baik dalam lingkungan kerja yang seperti ini. Kenyamanan bekerja dapat diciptakan dengan berbagai cara, antara lain:
- Semaksimal mungkin penuhi kebutuhan bawahan, tentu saja dengan melihat aspek kepentingan organisasi secara menyeluruh (kekuatan finansial, orientasi ke depan dan sebagainya). Upayakan mereka memiliki kelengkapan kerja yang memadai baik dari segi jumlah maupun kualitas. Begitu pula hak-hak seperti tunjangan kesehatan, keahlian sampai pada tunjangan hari raya (THR) dan gaji. Pemenuhan hak seperti ini setidaknya membantu mereka meminimalisir persoalan mereka, khususnya dalam hal keuangan.
- Jangan membuat regulasi-regulasi yang terlalu mengekang hak-hak bawahan. Kadang-kadang seorang pemimpin memiliki ketakutan yang berlebihan terhadap tingkat disiplin bawahan, sehingga dikeluarkanlah regulasi-regulasi yang memberi terlalu banyak batasan kepada bawahan yang mengakibatkan bawahan cenderung memendam persoalan-persoalan pribadi mereka. Membiarkan hal seperti ini adalah sama dengan menyimpan sebuah bom waktu yang suatu hari akan meledak.
- Bentuk “pertahanan” yang fleksibel. Memang tidak baik mengekang bawahan dengan regulasi yang terlalu mengikat, namun juga tidak baik membiarkan bawahan melakukan kemauan mereka sendiri-sendiri. Harus ada konsekuensi yang tegas dan keras terhadap setiap pelanggaran. Bila sebagai pemimpin anda telah merasa memenuhi segala hak mereka, anda berhak menuntut prestasi kerja maksimal dari mereka. Begitu pula anda berhak menuntut mereka menjalankan kewajiban sebagai bawahan (masuk kerja dan pulang tepat waktu dan lain-lain). Ini adalah bentuk hubungan 2 arah yang senergis dalam sebuah organisasi. Dalam hal pekerjaan, anda harus percaya pada para inspector yang anda miliki. Mereka memang dilatih untuk menilai kualitas kerja para mekanik di lapangan.
- Good Management = No organizational accident
Sepanjang unsafe conditions dapat kita hilangkan, saat itu pula kita telah menghilangkan kemungkinan munculnya unsafe actions. Ini terjadi karena manajemen yang baik dapat menjamin terpenuhinya kebutuhan moril dan materiil setiap individu di dalamnya, sehingga mereka akan memiliki motivasi untuk memberikan yang terbaik bagi institusi tempatnya bekerja.
Kiranya benarlah apa yang disampaikan oleh Jerome C. Lederer, direktur pertama Safety Bureau of Civil Aeronautics Board USA bahwa “an accident, no matter how minor, is a failure of the organization”. Menyikapi masalah human factor, berarti kita berbicara dan bertindak terhadap manusia di sekeliling kita. Untuk itu, perlu sebuah manajemen yang baik, rapih dan terarah untuk dapat “memanusiakan manusia” sehingga tujuan yang ingin kita capai berupa keberhasilan misi penerbangan—dan misi kedirgantaraan secara lebih luas—dapat kita wujudkan dengan selamat.
Dalam dunia penerbangan, masalah human factor tidak semata-mata tentang individu-individu manusia, tapi lebih kepada sistem di mana “human” itu berada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar